Saturday, June 30, 2012

me, passion, and patient



Hey, readers! Menyusul post yang kemarin tentang dreams, sekarang saya mau berbagi cerita yang hampir sama tentang itu. We’re going to talk about passion!
My post today is inspired by one of awesome mentors of @oxygenjpcc, Ka Ricky Setiawan (@onlyricky). He is the author of Postcards from Heaven, salah satu buku non mainstream yang saya cukup suka. Materi ini dibawain Ka Ricky di Youth Camp @oxygenjpcc taun lalu dan saya sangat bersyukur bisa dapet kesempatan dengerin materi ini.
Okay, guys, meet SMASH.
No, no, bukan SMASH yang boyband itu. SMASH ini adalah salah satu tools yang simpel buat menetapkan dan menjalankan passion kita. SMASH is derived from Skill, Mentors, Associate, Stage, and Hope. I’m gonna give you a little hint about each one.
Skill itu menyangkut apa passion kita, apa yang kita suka kerjakan. Mentors adalah orang – orang yang bisa membimbing kita dalam rangka menjalankan passion kita. Associate adalah pergaulan kita yang memiliki passion yang sama dengan kita. Stage menyangkut tentang kesempatan kita melakukan passion kita di depan audiens ataupun siapa saja yang bisa memberi kita umpan balik. Dan Hope adalah harapan.
So here’s where the story begin...
17 Juni 2011. Hotel Yasmin, Puncak.
Siang itu adalah hari kedua Youth Camp yang sedang gue ikutin. Di salah satu sesi, tersebutlah seorang Ricky Setiawan yang akan membawakan materi sesi selanjutnya. His name gives me a hint of something at that time but i don’t really know what it is. Sesinya membahas tentang passion, something that all teenagers and youth are passionate about. The session was cool and fun but another sessions were just as cool so it doesn’t really stand out at that time. Seberesnya sesi itu, kita dibagiin kertas SMASH plan dari sesi itu. Gue langsung masukin kertas itu ke agenda biar bisa dibaca lagi di rumah.
Singkat cerita, hampir seminggu ketika sampai di rumah, gue lagi baca buku Postcard from Heaven dan menyadari bahwa the guy who talked on the Youth Camp was the same guy who wrote this book! Astaga, saat itu ada dua pikiran yang mucul dalam otak gue. Pertama: Kenapa saya gak minta tanda tangan atau foto bareng? Kedua: Hey, i guess i have something from his session.
Dibukalah kertas SMASH plan tersebut dan gue langsung bersemangat untuk isi kertas itu.
First... Apa ya passion saya?
Jawaban yang muncul adalah jawaban saya dari dulu ketika mengisi kolom hobi: menyanyi dan menulis. Yes. Itu pasti passion saya tuh. Dengan penuh keyakinan dan percaya diri, saya rancanglah rencana mengejar passion saya di dua bidang itu.
Bukan hal yang susah sebenarnya buat gue melakukan perencanaan itu. Bagi gue, menyanyi dan menulis itu udah seperti napas. I do it naturally. Jadi, harusnya saya dengan mudah dong menjalani dua hal itu? Wrong. Tottaly wrong.
Pertama, menulis. Menulis itu sebenernya efek samping dari hobi utama saya yaitu membaca. Memang, secara akademik, saya hampir selalu mewakili sekolah saya kalau ada lomba mengarang. Memang bakat membohong sudah mendarah daging since Cain and Abel era. Tapi, di luar itu, saya nol besar.
Mengikuti passion dalam menulis dan mengikuti lomba menulis adalah dua hal yang berbeda. Ikut lomba menulis adalah momen. Kita hanya harus menulis satu karangan yang ditentukan sebelum deadline dan voila! Menang deh. Sementara menulis itu butuh ketekunan. Butuh komitmen. Butuh usaha keras.
Saya, yang terbiasa menulis sebagai peserta lomba, cukup kaget karena menulis sebagai penulis itu cukup berbeda. Jadi penulis itu gampang tapi menulis buku itu sulit. Saya boleh menang di departemen kreativitas dan ide tapi saya kalah telak di departemen ketekunan dan fokus. Banyak ide cerita yang berujung sebagai ide cerita saja karena gue gak bisa komit selesaikan satu novel. Hahaha.
So, i was thinking to concentrate on singing. This is a nightmare for me, actually. My singing voice is not karaoke voice. Saya terbiasa nyanyi dengan customized song yang sudah disesuaikan dengan range vokal saya. Selain itu, stage fright itu adalah sahabat saya. Menyanyi di depan umum adalah suatu kutukan bagi saya. Got people staring at me is killing.
Awalnya, saya masih berpikir singing is my passion. Tapi ketika saya COB taun lalu, Ps. Jeffrey bilang hal ini:
What God wants you to do is not what you are used to do.
Bukan karena kamu terbiasa melakukan hal itu berarti kamu harus terus melakukan hal itu.
Carilah ultimate purpose kita dari Tuhan.
Saat itu, saya langsung tau ini adalah teguran Tuhan atas kesoktahuan saya menetapkan rencana hidup saya tanpa konsultasi dulu dengan Tuhan. Ketika, sesi COB selesai, saya berdoa. Tuhan, kalo emang tadi itu teguran buat ‘passion’ saya, coba kasih tau apa yang jadi rencanaMu buat saya sesungguhnya.
Pulang dari COB, gue memutuskan naik kereta ekonomi. Entah kenapa. Padahal, gue beli tiket commuter line seperti biasa dan kereta commuter line sudah hampir sampai di stasiun tempat gue menunggu. Tapi, gue akhirnya naik kereta ekonomi yang lewat saat itu. Gue langsung keluarin bukunya Merry Riana yang Mimpi Sejuta Dollar yang baru dibeli beberapa hari sebelumnya demi mencegah kontak dengan orang – orang yang mencurigakan di kereta ekonomi. Dan ternyata Tuhan langsung menjawab doa makhluk ini saat itu juga.
Gue diketemukan dengan Ko Hans, salah satu mentor saya sekarang.
Gak lama ketika gue duduk di kereta, tiba – tiba ada yang ajak gue ngobrol. “Wah, itu bukunya Merry Riana yang baru?’
Setelah dicari sumber suaranya, ternyata yang ngomong adalah cowok umur 25an dengan pakaian kerja rapi. Akhirnya, karena gue mengira dia orang baik – baik dan tidak berniat mencuri dompet mahasiswa yang isinyatidak seberapa ini, kita ngobrol.
Ternyata, Ko Hans ini kenal adik dan sepupu gue. Dia pelatih basket salah satu sekolah di Bogor dan karena dunia perbasketan yang terlalu kecil atau adik gue yang terlalu eksis, dia tenyata kenal adik gue. Kalo sepupu gue, sepupu cewek gue pernah pacaran sama temennya Ko Hans jadi mereka kenal. Ternyata, dunia hanya seluas kereta ekonomi... -__-
Obrolan kita pun sampai ke percakapan tentang buku yang gue baca ini. Jadi, as you may all know, Merry Riana adalah salah satu miliarder ‘tempaan’ Prudential, which is the place that Ko Hans has been working on at that time for the last few months. Setelah baca biografinya Merry Riana ini, gue tertarik dengan dunia asuransi. Why?
Pertama, trauma masa lalu. Opa gue dirawat sebulan di ICU setelah Oma gue meninggal. Sebulan di ICU, men. Millions of money spent on my Grandpa’s medication simply because my Grandpa didn’t have health insurance. Perawatan Opa gue mengguncang keluarga gue, mentally and financially. Akhirnya rumah Opa dijual dan gue pindah ke rumah Oma. Di saat itu, gue mengerti pentingnya asuransi. Asuransi gak memperpanjang atau memperpendek umur. Asuransi bukan kita beli untuk diri kita tapi untuk keluarga kita. Asuransi itu penting. Unfortunately, i had to learn it the hard way. (Tweet me on @imanuelchristo to have a chat or to ask my blackberry pin to have a chat.)
Kedua, dunia asuransi dan financial consulting melibatkan dua hal utama yang jadi kesukaan gue: konsultansi dan menolong orang. Financial consulting sekilas hampir sama dengan dunia psikologi. Intinya, kita melakukan konsultasi one on one dengan tujuan meningkatkan taraf hidup orang banyak. Saat itu, gue menilai pekerjaan ini menarik.
Singkat cerita, gue akhirnya tukeran pin bb sama Ko Hans dan bikin janji ngobrol tentang kerjaan dia. Gue sangat antusias buat ketemuan dan ngobrol tentang kerjaannya. Dan setelah beberapa kali bertemu buat ngobrol, gue memutuskan untuk bergabung dengan Prudential. Kali ini, setelah konsultasi dan kontemplasi dengan pihak Yang Berwenang atas hidup saya.
Ternyata, dunia auransi tidak semudah yang terlihat. Gue harus ikutan kelas pembinaan 4 hari berturut – turut dan ikut dua kali ujian dulu di Prudential sebelum bisa ikut ujian AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia). Bahkan setelah lolos ujian AAJI dan sah untuk jadi financial consultant, gue harus ikutan kelas training tiap sabtu di agency gue. Bekerja sebagai financial, assets protection, and health care planner di Prudential tidak semudah yang orang kira.
Tantangan utamanya adalah mencari nasabah tentunya. Kalau gue ceritain di post ini, bisa gak habis – habis postnya. Nanti akan gue cerita di post lainnya. Hehehe. Bahkan gue masih struggle dalam mencari nasabah hingga saat ini. But, giving up is for rookie, right?
Nah, gue mau menjabarkan gimana SMASH plan menolong gue dalam mencapai dan bertahan menjalankan passion gue di bidang financial consulting ini:
1.      Skill
Jangan terjebak dengan definisi skill standar. Banyak diantara kita yang terjebak dengan definisi skill yang terpaku di menyanyi, main basket, atau matematika. Bedakan antara passion dan kebiasaan. Gue sempat terjebak dengan beberapa hal yang gue kira passion utama gue and they turn out to be something i used to do.
Mungkin beberapa dari kita ada yang bener – bener suka nonton DVD? Hey, you’re not slackers. Try to be movie reviewers. Kalo kita suka belanja? Bukan berarti kita boros, ada kemungkinan kita potensial jadi personal buyer atau fashion consultant. Be creative with your passion. If you can’t find a job, make one.
2.      Mentor
Setelah tau apa passion kita, segera cari orang yang sukses di bidang itu. Minta mereka bantu kita, semakin sukses orang itu, gue yakin semakin senang mereka untuk give back dengan mentoring. Jangan takut meminta mereka untuk mentoring.
Gue bersyukur bisa ketemu Ko Hans yang mengenalkan gue dengan mentor lain, Ko Andy dan Ko Anthon. Gak semua bisa bertemu mentor sebaik mereka yang sabar menghadapi gue yang sangat lambat perkembangannya. Hehehe.
3.      Associate
Ketika kita menjalankan passion kita, sangat mungkin bagi kita kehilangan ‘teman’. Ada yang gak suka lihat kita maju, ada yang gak suka dengan pilihan kita, dan berbagai alasan lainnya. Dan gue juga sempat ngerasain hal ini. tapi satu quote ini menguatkan gue:
“We don’t lose friends. We just find out who the true ones are.”
Untuk itulah, kita perlu menemukan komunitas yang sehat dan supportif. Untungnya lagi bagi gue, gue tertanam di komunitas yang sangat sehat dan supportif. I’m grateful beyond measure for my DATE Apartemen Semanggi 2 yang sangat membantu saya bertahan di tengah riuh rendahnya dunia *hiks hiks, tisu mana tisu*.
Sangat penting menemukan teman yang sehati atau setidaknya mendukung kita karena the passion track is the bumpy one.
4.      Stage
Selanjutnya? Let’s hit the dance floor, baby! Coba terus mengasah kemampuan kita. Cari kesempatan untuk tampil. Gue orangnya sangat pemalu *i hear some of you whisper YEAH, RIGHT! hahaha* tapi yang gue lakukan saat ini mengharuskan gue untuk membuang sifat pemalu gue itu. Setiap ketemu temen baru, sekarang gue bisa memulai percakapan dan meminta pin bb untuk bisa ngobrol – ngobrol. Mungkin bagi kalian itu hal kecil tapi bagi gue itu sudah menjadi tahap yang bagus buat gue menghilangkan sifat pemalu gue.
Kalau kalian gak tau stage untuk skill kalian dimana, coba tanya mentor atau associate kalian. Kalau kalian memilih orang yang benar dan tepat, pasti kalian gak sulit menemukan stage untuk skill kalian.
5.      Hope
The last but the most important part! Kita harus punya harapan yang benar dalam rangka mengejar passion kita. Dan buat gue, Tuhan itu pemberi harapan yang sangat baik buat gue. Look on Jeremiah 29: 11.
Ketika kita gagal, kita gak boleh putus asa lama – lama. mungkin akan ada beberapa penolakan yang sangat menyakitkan dalam perjalanan kita. Tapi akan sangat bodoh jika kita menyerah hanya karena satu penolakan. Kalau Thomas Alva Edison, J.K. Rowling, dan  Walt Disney menyerah pada penolakan pertama, kita gak akan ketemu bola lampu, Harry Potter, dan Mickey Mouse sekarang.
            Sesuai judul post ini, ada satu elemen dalam proses pengejaran passion yang sangat penting: Patient. Yak, sabar.
            Kenapa sabar? Karena passion itu bukan garis akhir. Passion itu adalah garis awal dan pengejaran passion itu adalah perjalanan sesungguhnya. Patient membantu Hope kita lebih solid. Patient membuat kita mendapatkan Stage, Associate, dan Mentors yang baik. Gue pernah ketemu orang yang sebenernya memiliki semua elemen SMASH dalam pengejaran passionnya tapi dia end up gagal total karena dia gak sabar. Ingat, yang penting memang hasil akhir tapi proseslah yang menentukan bagus atau tidaknya hasil akhir itu. Jadi, sabar. Waktu itu salah satu privilege utama Tuhan atas hidup kita so don’t insist untuk memberlakukan waktu kita dalam kehidupan yang dikasih Tuhan.
Yap, that’s all, fellas. Semoga kalian mendapat sesuatu dari post gue kali ini. God bless you! ;)

No comments: