Hey, readers! Menyusul post yang
kemarin tentang dreams, sekarang saya mau berbagi cerita yang hampir sama
tentang itu. We’re going to talk about passion!
My post today is inspired by one
of awesome mentors of @oxygenjpcc, Ka Ricky Setiawan (@onlyricky). He is the
author of Postcards from Heaven, salah satu buku non mainstream yang saya cukup
suka. Materi ini dibawain Ka Ricky di Youth Camp @oxygenjpcc taun lalu dan saya
sangat bersyukur bisa dapet kesempatan dengerin materi ini.
Okay, guys, meet SMASH.
No, no, bukan SMASH yang boyband
itu. SMASH ini adalah salah satu tools yang simpel buat menetapkan dan
menjalankan passion kita. SMASH is derived from Skill, Mentors, Associate,
Stage, and Hope. I’m gonna give you a little hint about each one.
Skill itu menyangkut apa passion
kita, apa yang kita suka kerjakan. Mentors adalah orang – orang yang bisa
membimbing kita dalam rangka menjalankan passion kita. Associate adalah
pergaulan kita yang memiliki passion yang sama dengan kita. Stage menyangkut
tentang kesempatan kita melakukan passion kita di depan audiens ataupun siapa
saja yang bisa memberi kita umpan balik. Dan Hope adalah harapan.
So here’s where the story
begin...
17 Juni 2011. Hotel Yasmin,
Puncak.
Siang itu adalah hari kedua Youth
Camp yang sedang gue ikutin. Di salah satu sesi, tersebutlah seorang Ricky
Setiawan yang akan membawakan materi sesi selanjutnya. His name gives me a hint
of something at that time but i don’t really know what it is. Sesinya membahas
tentang passion, something that all teenagers and youth are passionate about.
The session was cool and fun but another sessions were just as cool so it
doesn’t really stand out at that time. Seberesnya sesi itu, kita dibagiin
kertas SMASH plan dari sesi itu. Gue langsung masukin kertas itu ke agenda biar
bisa dibaca lagi di rumah.
Singkat cerita, hampir seminggu
ketika sampai di rumah, gue lagi baca buku Postcard from Heaven dan menyadari
bahwa the guy who talked on the Youth Camp was the same guy who wrote this book!
Astaga, saat itu ada dua pikiran yang mucul dalam otak gue. Pertama: Kenapa
saya gak minta tanda tangan atau foto bareng? Kedua: Hey, i guess i have
something from his session.
Dibukalah kertas SMASH plan
tersebut dan gue langsung bersemangat untuk isi kertas itu.
First... Apa ya passion saya?
Jawaban yang muncul adalah
jawaban saya dari dulu ketika mengisi kolom hobi: menyanyi dan menulis. Yes.
Itu pasti passion saya tuh. Dengan penuh keyakinan dan percaya diri, saya
rancanglah rencana mengejar passion saya di dua bidang itu.
Bukan hal yang susah sebenarnya
buat gue melakukan perencanaan itu. Bagi gue, menyanyi dan menulis itu udah
seperti napas. I do it naturally. Jadi, harusnya saya dengan mudah dong
menjalani dua hal itu? Wrong. Tottaly wrong.
Pertama, menulis. Menulis itu
sebenernya efek samping dari hobi utama saya yaitu membaca. Memang, secara
akademik, saya hampir selalu mewakili sekolah saya kalau ada lomba mengarang.
Memang bakat membohong sudah mendarah daging since Cain and Abel era. Tapi, di
luar itu, saya nol besar.
Mengikuti passion dalam menulis
dan mengikuti lomba menulis adalah dua hal yang berbeda. Ikut lomba menulis
adalah momen. Kita hanya harus menulis satu karangan yang ditentukan sebelum
deadline dan voila! Menang deh. Sementara menulis itu butuh ketekunan. Butuh komitmen.
Butuh usaha keras.
Saya, yang terbiasa menulis
sebagai peserta lomba, cukup kaget karena menulis sebagai penulis itu cukup
berbeda. Jadi penulis itu gampang tapi menulis buku itu sulit. Saya boleh
menang di departemen kreativitas dan ide tapi saya kalah telak di departemen
ketekunan dan fokus. Banyak ide cerita yang berujung sebagai ide cerita saja
karena gue gak bisa komit selesaikan satu novel. Hahaha.
So, i was thinking to concentrate
on singing. This is a nightmare for me, actually. My singing voice is not
karaoke voice. Saya terbiasa nyanyi dengan customized song yang sudah
disesuaikan dengan range vokal saya. Selain itu, stage fright itu adalah
sahabat saya. Menyanyi di depan umum adalah suatu kutukan bagi saya. Got people
staring at me is killing.
Awalnya, saya masih berpikir
singing is my passion. Tapi ketika saya COB taun lalu, Ps. Jeffrey bilang hal
ini:
What
God wants you to do is not what you are used to do.
Bukan
karena kamu terbiasa melakukan hal itu berarti kamu harus terus melakukan hal
itu.
Carilah
ultimate purpose kita dari Tuhan.
Saat itu, saya langsung tau ini
adalah teguran Tuhan atas kesoktahuan saya menetapkan rencana hidup saya tanpa
konsultasi dulu dengan Tuhan. Ketika, sesi COB selesai, saya berdoa. Tuhan, kalo emang tadi itu teguran buat
‘passion’ saya, coba kasih tau apa yang jadi rencanaMu buat saya sesungguhnya.
Pulang dari COB, gue memutuskan
naik kereta ekonomi. Entah kenapa. Padahal, gue beli tiket commuter line
seperti biasa dan kereta commuter line sudah hampir sampai di stasiun tempat
gue menunggu. Tapi, gue akhirnya naik kereta ekonomi yang lewat saat itu. Gue
langsung keluarin bukunya Merry Riana yang Mimpi Sejuta Dollar yang baru dibeli
beberapa hari sebelumnya demi mencegah kontak dengan orang – orang yang
mencurigakan di kereta ekonomi. Dan ternyata Tuhan langsung menjawab doa
makhluk ini saat itu juga.
Gue diketemukan dengan Ko Hans,
salah satu mentor saya sekarang.
Gak lama ketika gue duduk di
kereta, tiba – tiba ada yang ajak gue ngobrol. “Wah, itu bukunya Merry Riana
yang baru?’
Setelah dicari sumber suaranya,
ternyata yang ngomong adalah cowok umur 25an dengan pakaian kerja rapi.
Akhirnya, karena gue mengira dia orang baik – baik dan tidak berniat mencuri
dompet mahasiswa yang isinyatidak seberapa ini, kita ngobrol.
Ternyata, Ko Hans ini kenal adik
dan sepupu gue. Dia pelatih basket salah satu sekolah di Bogor dan karena dunia
perbasketan yang terlalu kecil atau adik gue yang terlalu eksis, dia tenyata
kenal adik gue. Kalo sepupu gue, sepupu cewek gue pernah pacaran sama temennya
Ko Hans jadi mereka kenal. Ternyata, dunia hanya seluas kereta ekonomi... -__-
Obrolan kita pun sampai ke
percakapan tentang buku yang gue baca ini. Jadi, as you may all know, Merry
Riana adalah salah satu miliarder ‘tempaan’ Prudential, which is the place that
Ko Hans has been working on at that time for the last few months. Setelah baca
biografinya Merry Riana ini, gue tertarik dengan dunia asuransi. Why?
Pertama, trauma masa lalu. Opa
gue dirawat sebulan di ICU setelah Oma gue meninggal. Sebulan di ICU, men.
Millions of money spent on my Grandpa’s medication simply because my Grandpa
didn’t have health insurance. Perawatan Opa gue mengguncang keluarga gue,
mentally and financially. Akhirnya rumah Opa dijual dan gue pindah ke rumah
Oma. Di saat itu, gue mengerti pentingnya asuransi. Asuransi gak memperpanjang
atau memperpendek umur. Asuransi bukan kita beli untuk diri kita tapi untuk
keluarga kita. Asuransi itu penting. Unfortunately, i had to learn it the hard way.
(Tweet me on @imanuelchristo to have a chat or to ask my blackberry pin to have
a chat.)
Kedua, dunia asuransi dan
financial consulting melibatkan dua hal utama yang jadi kesukaan gue:
konsultansi dan menolong orang. Financial consulting sekilas hampir sama dengan
dunia psikologi. Intinya, kita melakukan konsultasi one on one dengan tujuan
meningkatkan taraf hidup orang banyak. Saat itu, gue menilai pekerjaan ini
menarik.
Singkat cerita, gue akhirnya
tukeran pin bb sama Ko Hans dan bikin janji ngobrol tentang kerjaan dia. Gue
sangat antusias buat ketemuan dan ngobrol tentang kerjaannya. Dan setelah
beberapa kali bertemu buat ngobrol, gue memutuskan untuk bergabung dengan
Prudential. Kali ini, setelah konsultasi dan kontemplasi dengan pihak Yang
Berwenang atas hidup saya.
Ternyata, dunia auransi tidak
semudah yang terlihat. Gue harus ikutan kelas pembinaan 4 hari berturut – turut
dan ikut dua kali ujian dulu di Prudential sebelum bisa ikut ujian AAJI
(Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia). Bahkan setelah lolos ujian AAJI dan sah
untuk jadi financial consultant, gue harus ikutan kelas training tiap sabtu di
agency gue. Bekerja sebagai financial, assets protection, and health care
planner di Prudential tidak semudah yang orang kira.
Tantangan utamanya adalah mencari
nasabah tentunya. Kalau gue ceritain di post ini, bisa gak habis – habis
postnya. Nanti akan gue cerita di post lainnya. Hehehe. Bahkan gue masih
struggle dalam mencari nasabah hingga saat ini. But, giving up is for rookie,
right?
Nah, gue mau menjabarkan gimana
SMASH plan menolong gue dalam mencapai dan bertahan menjalankan passion gue di
bidang financial consulting ini:
1. Skill
Jangan terjebak dengan definisi skill standar. Banyak diantara kita yang
terjebak dengan definisi skill yang terpaku di menyanyi, main basket, atau matematika.
Bedakan antara passion dan kebiasaan. Gue sempat terjebak dengan beberapa hal
yang gue kira passion utama gue and they turn out to be something i used to do.
Mungkin beberapa dari kita ada yang bener – bener suka nonton DVD? Hey,
you’re not slackers. Try to be movie reviewers. Kalo kita suka belanja? Bukan
berarti kita boros, ada kemungkinan kita potensial jadi personal buyer atau
fashion consultant. Be creative with your passion. If you can’t find a job,
make one.
2. Mentor
Setelah tau apa passion kita, segera cari orang yang sukses di bidang
itu. Minta mereka bantu kita, semakin sukses orang itu, gue yakin semakin
senang mereka untuk give back dengan mentoring. Jangan takut meminta mereka
untuk mentoring.
Gue bersyukur bisa ketemu Ko Hans yang mengenalkan gue dengan mentor
lain, Ko Andy dan Ko Anthon. Gak semua bisa bertemu mentor sebaik mereka yang
sabar menghadapi gue yang sangat lambat perkembangannya. Hehehe.
3. Associate
Ketika kita menjalankan passion kita, sangat mungkin bagi kita kehilangan
‘teman’. Ada yang gak suka lihat kita maju, ada yang gak suka dengan pilihan
kita, dan berbagai alasan lainnya. Dan gue juga sempat ngerasain hal ini. tapi
satu quote ini menguatkan gue:
“We don’t lose friends. We just find out
who the true ones are.”
Untuk itulah, kita perlu menemukan komunitas yang sehat dan supportif.
Untungnya lagi bagi gue, gue tertanam di komunitas yang sangat sehat dan
supportif. I’m grateful beyond measure for my DATE Apartemen Semanggi 2 yang
sangat membantu saya bertahan di tengah riuh rendahnya dunia *hiks hiks, tisu
mana tisu*.
Sangat penting menemukan teman yang sehati atau setidaknya mendukung kita
karena the passion track is the bumpy one.
4. Stage
Selanjutnya? Let’s hit the dance floor, baby! Coba terus mengasah
kemampuan kita. Cari kesempatan untuk tampil. Gue orangnya sangat pemalu *i
hear some of you whisper YEAH, RIGHT! hahaha* tapi yang gue lakukan saat ini
mengharuskan gue untuk membuang sifat pemalu gue itu. Setiap ketemu temen baru,
sekarang gue bisa memulai percakapan dan meminta pin bb untuk bisa ngobrol –
ngobrol. Mungkin bagi kalian itu hal kecil tapi bagi gue itu sudah menjadi
tahap yang bagus buat gue menghilangkan sifat pemalu gue.
Kalau kalian gak tau stage untuk skill kalian dimana, coba tanya mentor
atau associate kalian. Kalau kalian memilih orang yang benar dan tepat, pasti
kalian gak sulit menemukan stage untuk skill kalian.
5. Hope
The last but the most important part! Kita harus punya harapan yang benar
dalam rangka mengejar passion kita. Dan buat gue, Tuhan itu pemberi harapan
yang sangat baik buat gue. Look on Jeremiah 29: 11.
Ketika
kita gagal, kita gak boleh putus asa lama – lama. mungkin akan ada beberapa
penolakan yang sangat menyakitkan dalam perjalanan kita. Tapi akan sangat bodoh
jika kita menyerah hanya karena satu penolakan. Kalau Thomas Alva Edison, J.K.
Rowling, dan Walt Disney menyerah pada
penolakan pertama, kita gak akan ketemu bola lampu, Harry Potter, dan Mickey
Mouse sekarang.
Sesuai
judul post ini, ada satu elemen dalam proses pengejaran passion yang sangat
penting: Patient. Yak, sabar.
Kenapa
sabar? Karena passion itu bukan garis akhir. Passion itu adalah garis awal dan
pengejaran passion itu adalah perjalanan sesungguhnya. Patient membantu Hope
kita lebih solid. Patient membuat kita mendapatkan Stage, Associate, dan
Mentors yang baik. Gue pernah ketemu orang yang sebenernya memiliki semua
elemen SMASH dalam pengejaran passionnya tapi dia end up gagal total karena dia
gak sabar. Ingat, yang penting memang hasil akhir tapi proseslah yang
menentukan bagus atau tidaknya hasil akhir itu. Jadi, sabar. Waktu itu salah
satu privilege utama Tuhan atas hidup kita so don’t insist untuk memberlakukan
waktu kita dalam kehidupan yang dikasih Tuhan.
Yap, that’s all, fellas. Semoga
kalian mendapat sesuatu dari post gue kali ini. God bless you! ;)
No comments:
Post a Comment